Perempuan Berdaulat

Aku tak menjual kesedihanku di media sosial, di akun-akun pertemanan, di tempat-tempat perluasan jaringan. Apalagi mengingat mantanku adalah dia yang memiliki pangkat dan pengaruh di Jawa Tengah, oleh sebab itu wajar makanya kasus yang menimpaku kemaren juga menjadi pembicaraan skala nasional.

Tanpa aku bicara banyak hal, ketika ada anak dari luar Jogja datang ke Jogja, atau saya yang berkeinginan jalan-jalan keluar kota, mereka sudah pada mengenali aku sebagai mantannya politisi Jawa Tengah.

Pengalaman Empiris telah membuktikan, ketika saya ke Malang, ke Jakarta, ke Kediri dan juga ke Cirebon kemaren mereka mengenaliku sebagaimana di atas. Bukan gimana-gimana ya, dampaknya mungkin dikenali mantan politisi itu ya kalau mantanku buruk aku pun juga dikenali demikian.

Kali ini saya lebih suka berbicara gosip, dimana gosip itu adalah berkenaan dengan diriku sendiri. Bukan mengumbar hal-hal yang sifatnya privat, melainkan siapa yang mampu mengadvokasi hal -delik aduan- kalau bukan diri sendiri.

Masyarakat umum -anak organisasi cabang lain- banyak memandang bahwa terputusnya hubunganku adalah karena aku ditinggal menikah. Jelas pandangannya akan demikian.

Mereka itu enggak ada yang mengetahui bagaimana gejolak di dalam hubungan itu, hingga saya memutuskan untuk memilih study dan karier saya ketimbang pernikahan. Pernikahan adl keniscayaan, tapi perempuan karier adl pilihan.

Sebagai istri yang baik, bukankah sudah seharusnya mengingatkan suami ketika jalannya mulai tak kembali lurus. Sudah semestinya hubungan dijalin dalam misi pertemanan, bukan pasangan. Berpartnert bukan pelengkap.

Tetapi enggak, saya mendapati dia adl seorang tempramen. Tak tahan kritik, tapi sukanya mengkritik.

Sudah, aku sudah memaafkan masa lalu itu. Kadang memang masih teringat perjuangan dia untuk ngedapetin aku. Yang wajar saja, semua perempuan suka diperjuangkan. Demikian halnya aku waktu kau menggebu untuk mengajakku jadian kemudian mempersuntingku.

Sebuah awal yang bagus, tapi curang. Kecurangan yang buat tembok pertahananku runtuh. Kau dapati hatiku, tapi kau meninggalkanku di saat aku sayang-sayang e.

Aku mencoba menghibur diri. Sudah hampir satu tahun peristiwa Banyumas itu terjadi. Hampir setahun juga hubungan kita berhenti.

Tetapi hati aku masih saja seperti ini. Kadang ingin melihat perkembangan kampanye mu sudah sampai mana. Kepo ingin melihat kondisi hubungan rumah tanggamu seperti apa. .

Masih sakit rasanya. Mungkin orang bilang aku kurang kerjaan ngepoin mantan. Apalagi mantan yang sudah punya istri. Istrinya yang sedang hamil besar, sosialita, hedon dan suka main-main.

Bolehkah aku menyimpan dendam??? Rasa sakit ini sulit tersembuhkan sebelum melihat mantan memberi tepuk tangan atas usaha keras keringatku, atas usaha keras idealismeku.

Bolehkah aku menargetkan seseorang yang lebih baik darinya? Menjadi istri dan perempuan yang tentu secara isi pikiran melampaui istrinya. Secara budi dan tingkah laku tetap dalam aras kebaikan.

Memang harus dibuktikan, saya sebagai perempuan bukanlah semata-mata hadir sebagai istri saja. Melainkan perempuan yang mampu berdaulat dengan mimpi dan cita-citanya. Saya akan membuktikan itu. Soon !

Comments